Rabu, 04 Juni 2014

Kenapa Mahasiswa Salah Jurusan?


“BRAKK!!”

Pintu kosan yang udah usang terbanting oleh perasaan yang berkecamuk. Budi tertunduk lesu di kursi kamarnya, dasinya perlahan dia goyahkan lalu dia lepas, dan dia genggam. Tatapan Budi masih sayu, lengan kemejanya dia sisingkan ke atas siku, sepatunya dia lepas dan dia lempar ke pojokan kamar. Dia lesu, berantakan, seakan tak perduli lagi dengan kerapiannya yang dia pusingkan beberapa jam yang lalu. Hari itu Budi merasakan kelelahan yang bener bener lelah, kelelahan karena mencari, sesuatu yang tidak pasti. Bukan asmara, namun profesi.

Budi menatap langit langit kamar, tatapannya seakan kosong. Dalam hati dia berkata : “Apa yang gue lakuin selama ini?”

Suasana kamarnya masih sepi, kawasan di sekitar kosnya juga nggak ada suara, Budi merasakan kelelahan sekaligus rasa sepi yang luar biasa, karena waktu itu juga nggak ada teman untuk berbagi.

“Hidup tanpa apa apa memang sulit, tapi lebih sulit lagi hidup tanpa punya siapa siapa..”

Jadi ceritanya hari itu Budi seharian muter muter kota buat nyari kerja, list perusahaan yang ngasih lowongan udah tertulis di note hapenya. Dan apa yang dilakukan Budi adalah : mendatangi perusahaan itu satu persatu. Gendeng, emang. Selama masa kuliah tuh Budi jarang masuk, semua sahabat sahabat Budi di kelas udah hafal tanda tangan Budi karena mereka sering di suruh TA-in. Dan hasilnya, Budi nggak ada relasi sama mahasiswa lain soal kerjaan, sampai akhirnya dia susah nyari kerja pasca Wisuda.

Dan terdamparlah Budi saat kesusahan nyari kerja di siang yang panas itu, berjalan di sepanjang trotoar dibawah sinar matahari yang terik. Sejenak dia menyeka keringat di dahinya, sambil mengeluh : “Harusnya gue nggak ngelakuin ini.”

Hari itu Budi gagal mendapat kerjaan, dia tergeletak lagi di kamar kosannya dengan kelelahan yang melanda. Lalu sejenak, dia tertidur.

Budi adalah seorang sarjana Pendidikan Informatika di salah satu kampus ternama, dia belum lama lulus dengan nilai seadanya. Masa kuliahnya dihabiskan untuk berfoya foya, dia tidak mengerti akan semua materi, sehingga satu hal yang terlintas di pikirannya saat menghadapi mata kuliah di kampus adalah : lari!

Setelah belasan smester mengarungi rimba kampus, akhirnya Budi jadi sarjana juga. Dia lulus tanpa bekal apa apa, keahliannya sewaku SMA bukannya digali lebih dalem lagi, malah digunain buat Budi masuk kuliah ternama tanpa peduli dia masuk jurusan apa. Sebenernya pas dia mau daftar kuliah, ada jurusan yang sebidang sama keahliannya di PTN ternama. Tapi apa daya, dia nggak keterima. Budi ini orangnya gengsian, dia gengsi kalo masuk PTS karena Budi lahir di keluarga jawa yang menganut budaya Eropa. Entah apa hubungannya. Akhirnya, dia masuk PTN ternama di kota tetangga, pikirannya saat jadi maba cuman : nggak peduli sama fakultas yang dia geluti, yang terpenting, dia berhasil menyuapi gengsi dengan cara diterima di salah satu Universitas ternama di Negaranya. Dan hasilnya? Budi salah jurusan.

Salah jurusan bukan maksudnya Budi naik Angkot ke Simpang Lima tapi kesasar sampe Jepara. Maksudnya disini adalah punya keahlian tapi nggak digunain buat masuk jurusan kuliah yang sebidang sama keahliannya. Misal : Ahli Mesin semasa sekolah, pas kuliah masuk jurusan Tata Boga. Hasilnya? Ya materi tata boga nggak ada yang bisa karena emang bukan keahliannya. Dan hasilnya lagi? Lulusnya bakal lama.

Lalu? Budi nggak pernah nyambung sama semua ajaran yang dosen beri. Budi-pun nggak ada semangat semangatnya buat kuliah, dia cuman masuk saat praktek dan presentasi. Sisanya saat nggak ada apa apa dia cuman minta di TA-in temennya, agar dia bisa tetep ikut UTS maupun UAS.

Belasan smester berlalu, bersamaan dengan keringat kedua orang tua Budi yang terkuras karena biaya yang mencekik, akhirnya tiba saat dimana Budi wisuda. Kebanggaan orang tua Budi hanya berlangsung beberapa hari saja pasca Wisuda, karena setelah itu mereka sadar, setelah semua yang terjadi dengan biaya yang udah mereka beri ke Budi, langkah selanjutnya adalah saat dimana Budi mencari kerja.

Dan tibalah, kita lihat seonggok upil tak berguna bernama Budi, tertunduk lesu di kamarnya, seperti apa yang gue certain di atas tadi, tetep susah nyari kerja.

Dari cerita diatas, bisa jadi pelajaran buat adek adek yang mau masuk dunia perkuliahan tahun ini. Yang baru lulus kemarin atau lulusan lulusan sebelumnya yang mau lanjut kuliah. Sebenernya banyak banget hal yang harus diperhatiin sebelum masuk kuliah, yaitu kita musti kenalin bakat / keahlian kita sendiri, biar kedepannya nggak salah jurusan kayak Budi, dan malah akhirnya males malesan kuliah dan cuman ngabisin biaya dari orang tua aja, karena kuliah lama dan nggak lulus lulus. Masalahnya cuman satu : Salah jurusan.

Banyak banget temen temen sekampus gue yang nggak kuat kuliah karena dijejali materi yang sama sekali mereka nggak ngerti. Mereka suka ngeluh, mereka salah jurusan kek, nggak punya skill kek, kurang piknik kek, dan lain lain. disini bakal gue jelasin sebab sebab mahasiswa salah jurusan dan beberapa akibatnya, biar adek adek yang tahun ini mau ngelanjut kuliah, bisa pikir pikir dulu, instropeksi diri, dan bisa piknik dengan tenang. Entah apa hubungannya..

Oke langsung aja nih adek adek, kenapa mahasiswa salah jurusan versi gue :
                                                                                  

1.  Gengsi

Kayak apa yang gue certain soal masalah Budi tadi, Budi hanya menyuapi gengsi dengan masuk ke Universitas Negeri tanpa peduli jurusannya apa, karena Budi emang nggak keterima di jurusan favorit di PTN tersebut. Padahal gue kasih tau ya, lulusan PTN mana atau PTS mana tuh sebenernya nggak ngaruh kalo kita nggak punya skill di bidang itu. Endingnya kalo nggak ada keahlian ya tetep aja susah nyari kerja. Wisuda bukan akhir dari tujuan kuliah selama ini, emangnya setelah Wisuda kalo nggak nyari kerja, kita mau makanin anak istri kita pake toga? Enggak kan.

Jadi jangan sampe adek adek menuhankan gengsi demi kuliah di PTN semata. Kalo emang nggak diterima di PTN kan masih banyak PTS berkualitas yang siap nerima di jurusan yang sebidang sama kita, biar kita nggak salah jurusan. Kalo salah jurusan kan cuman males malesan kuliah dan ngabisin duit orang tua aja. Abis keringat, tenaga, dan biaya. Nggak keterima di PTN ya nggak perlu dipaksain, nggak perlu bersikap seakan akan tujuan akhir hidup kalian adalah masuk di PTN ternama. Masih banyak kok PTS yang lebih oke, dan tentunya lulusan yang lebih oke juga karena menggeluti bidang yang cocok sama keahliannya. Kalo emang keterima di PTN dijadiin tujuan akhir seorang manusia setelah dilahirkan, mungkin sekarang PTS PTS di seluruh Indonesia udah gulung tikar jadi pabrik batagor.

Yang terpenting, jangan egois dengan menyuapi gengsi kalian. Lulusan PTS dengan nilai terbaik keliatan lebih keren daripada Sarjana PTN yang nganggur gara gara nilai pas pasan karena menggeluti program studi yang nggak sebidang dengannya.


2. Orang Tua

Karyo adalah lulusan SMA yang pinter banget main musik, bahkan dia sering main harmonica dan gitar bersamaan sambil boker. Iya, dia cebok pake kaki, multitasking sekali. Karyo ini nurut banget sama orang tuanya yang keduanya berprofesi sebagai Dosen. Iya Karyo nurut banget, Ibunya suka makein Karyo piyama pas mau tidur, padahal udah lulus SMA. Karyo juga pas nongkrong di sevel sampe tengah malem, suka ditelfon bokapnya buat segera pulang. Nurut sekali, bener bener anak idaman.

Akhirnya tiba saat Karyo mau masuk kuliah dan dia udah berencana mau masuk ke Institut Seni Indonesia (ISI) buat menggali lagi kreatifitasnya buat main musik. Tapi kedua orang tua Karyo berkata lain, keduanya memaksa Karyo masuk jurusan Pendidikan Bahasa Inggris buat langkah awal biar kelak bisa jadi dosen, seprofesi sama kedua orang tuanya. Saking nurutnya Karyo ini, akhirnya Karyo mengubur dalam dalam harapan biar bisa masuk ke ISI, lalu bener bener masuk jurusan yang diinginkan orang tuanya, nggak peduli kalo ternyata Karyo nggak punya keahlian apa apa di bidang tersebut.

Budi payah banget soal Bahasa Inggris, grammar-nya berantakan. Terakhir dia ngobrol sama Bule di Candi Prambanan, bule tersebut lari larian telanjang sambil teriak teriak : “RUN! RUN!! RUN FOR YOUR LIFE!!!”

Akhirnya? Di smester akhir Karyo ditemukan tewas di kost-nya setelah mengalami pendarahan di otak karena nggak kuat dijejali tugas tugas dan materi yang dia bener bener nggak ngerti.

Sebenernya kayak gini hal yang salah, kita nggak perlu nurut sama paksaan orang tua kalo kita emang nggak punya keahlian apa apa di bidang tersebut. Nggak durhaka kok soal masalah ginian, durhaka tuh kalo elo disuruh kuliah jurusan Bahasa Inggris sama bokap lo, dan elo nggak mau, abis itu elo nyuri kolor bokap elo buat ngelapin piston motor elo. Jadi hal kayak gitu enggak durhaka. Sebenernya masih banyak hal lain yang bisa bikin orang tua kita bangga selain masuk jurusan yang diinginkan orang tua kita. Patut diketahui, kita nggak bakal kenal sama Bon Jovi kalo dulu dia nurutin Nyokap-Bokapnya buat jadi insinyur.


3. Pacar

Tejo adalah lulusan SMA ternama di pulau seberang, dia LDR-an sama Nita selama 2 tahun lamanya, mereka jarang banget ketemu karena jauhnya jarak antara mereka berdua. Sampai Akhirnya tiba kesempatan Tejo buat memotong jarak LDR sama Nita setelah dia nerima pengumuman Lulus dari sekolahnya. Iya, Tejo bakal lanjut kuliah, di kampus yang sama kayak Nita biar merka bisa deket. Nita kuliah di Sekolah Tinggi Informatika di Jogja, dan Tejo sebenernya nggak punya skill apa apa di bidang tersebut. Tejo ini buta internet, terakhir dia bisa stalking timeline mantannya, itu semata karena di jokiin mas mas penjaga warnet. Tapi karena paksaan Nita dan nafsu Tejo yang terlalu gede buat hidup bersama, Tejo akhirnya mutusin buat masuk jurusan Informatika di Jogja, di kampus yang sama bareng Nita, dengan harapan setelah wisuda kelak dia bisa tunggu Warnet di Amerika.

Ini yang bikin Tejo salah jurusan, nggak ada keahlian di bidang yang dia geluti.

Gue kasih tau ya adek adek. Pacar jangan jadi patokan hidup buat masa depan yang kita racik pas masuk kuliah nanti. Kenyataannya, dengan mengurangi segala kemunafikan, di kampus baru kalian nanti kalian bakal nemu orang orang baru lagi, teman teman baru, teman cewek baru, dan jatuh cinta sama orang yang baru. NGAHAHAHAHAHA!! Nah, semua itu bakal terlihat indah kalo dibarengin sama pemilihan prodi / jurusan yang tepat.

Lalu ending hubungan Tejo sama Nita tadi?

Tejo akhirnya salah jurusan dan jadi mahasiswa abadi karena nggak lulus lulus, sementara Nita udah Wisuda dan kerja di Laundry Online karena itu emang sebidang sama keahliannya kuliah di Jurusan informatika. Nita terus merengek ke Tejo buat minta dinikahin karena Nita ngerasa itu waktu yang tepat, tapi Tejo belum lulus dan nggak tau setelah nikah harus ngehidupin Nita pake apa. Tejo pun yang berprofesi sebagai mahasiswa abadi, belum sanggup nikahin Nita dan akhirnya mereka putus karena Nita udah nggak kuat lama lama nunggu lagi, lama lama berharap. Lalu keadaan Tejo? Bukan hanya asmaranya yang hancur, tapi penataan masa depannya juga hancur. Karena salah jurusan.


4. Tergiur Peluang Kerja

Ini adalah kasus kasus yang marak terjadi di kalangan kalangan mahasiswa baru jaman sekarang. Dan jujur, gue sendiri juga sempat tergiur sama ginian.

Kita pasti pernah ngeliat saat dimana kampus kampus di kota kita, mulai nunjukin brosur brosur iklan yang nganjurin kita kuliah di dalamnya. Banyak banget iklan yang bikin kita tertarik buat masuk disitu dengan program kuliah setahun, dan langsung dapet kerja.

Gue setelah lulus dulu sempet pengen masuk ke kuliah perhotelan, karena tergiur dengan iming iming cepet dapet kerja.  Gue juga nggak mau lama lama sekolah dan ngabisin biaya orang tua. Oke, abis itu gue buka web kampusnya, dan baca baca apa aja materi yang harus gue pelajarin disana. Materi pertama, kita harus menguasai Bahasa Inggris. Oke, gue nggak terlalu sulit buat belajar Bahasa Inggris, tapi semua berubah setelah gue baca materi kedua. Disitu tertulis mata kuliah psikologi jasa yang juga ngatur gimana kita ntar cara makan yang baik dan benar dengan tamu atau duta besar, gimana cara pegang sendok yang bener, nyuapin mulut sendiri yang sopan, dan hal hal sopan lain. Padahal gue? Gue lebih seneng makan di angkringan sambil naikin kaki diatas kursi, makan belepotan dengan binal di warteg Tante Jeni. Buat pelajaran psikologi jasa? Gue rasa gue nggak bakal betah kuliah disana, makanya gue nggak mau salah jurusan.

Soal iming iming kuliah jangka pendek langsung dapet kerja juga, menurut gue walaupun efisien tapi nggak begitu menjanjikan sama masa depan gue kelak. Karena saat itu gue bener bener mikir masa depan gue banget, gue nggak mau menghabiskan hidup sebagai karyawan dengan gaji seadanya, melakukan pekerjaan membosankan Karena gue emang nggak sebidang dengannya, harus masuk tepat waktu, pulang lembur, gitu gitu terus sampe punya cucu.

Dan menurut gue juga, kita nggak perlu tergiur sama iming iming cepat kerja ginian. Karena kalo ambisi kita cuman kerja tapi kita nggak tau materi apa di dalamnya semasa kuliah itu, ya akhirnya tetep salah jurusan juga.

Tapi diluar itu, kalo adek adek sendiri bener bener pengen cepet kerja dan ngerasa sebidang sama kampus yang nawarin tersebut, nggak ada salahnya juga dicoba, daripada masuk kampus yang salah dan cuman ngabisin penghasilan orang tua aja.

Gue cuman pengen jelasin, mau jadi apa kita kelak, bukan dari lulusan apa kita, tapi dari bidang yang tekun kita gelutin di masa muda.

Gue selalu inget pesen bokap gue yang bilang : “Bekerjalah sesuai bidang yang kamu suka, maka kamu nggak akan ngerasa seperti bekerja.”

Dan buat adek adek juga yang mau masuk ke dunia kuliah besok, persiapin bener bener kemampuan dan minat kalian, jangan sampe salah jurusan dan akhirnya semua materi dan pelajaran nggak ada yang paham, dan juga yang bener bener patut diingat, dari semua input KRS Mahasiswa, ada kucuran keringat, tenaga, dan yang terpenting biaya terbuang dari sosok yang bernama orang tua. Jangan sia siakan itu.



Jadi jangan sampe adek adek salah jurusan, ya! Pikirin baik baik. Dunia kampus udah kejam, jangan dibikin lebih kejam lagi dengan keteledoran kalian gara gara salah jurusan!

Gue BayuWijanarko, terimakasih!

3 komentar:

  1. aku juga merasa salah jurusan tapi aku harus tetap bertahan dan berjuang

    BalasHapus
  2. aku juga merasa salah jurusan tapi aku harus tetap bertahan dan berjuang

    BalasHapus