“BRAKK!!”
Pintu kosan
yang udah usang terbanting oleh perasaan yang berkecamuk. Budi tertunduk lesu
di kursi kamarnya, dasinya perlahan dia goyahkan lalu dia lepas, dan dia
genggam. Tatapan Budi masih sayu, lengan kemejanya dia sisingkan ke atas siku,
sepatunya dia lepas dan dia lempar ke pojokan kamar. Dia lesu, berantakan,
seakan tak perduli lagi dengan kerapiannya yang dia pusingkan beberapa jam yang
lalu. Hari itu Budi merasakan kelelahan yang bener bener lelah, kelelahan
karena mencari, sesuatu yang tidak pasti. Bukan asmara, namun profesi.
Budi menatap
langit langit kamar, tatapannya seakan kosong. Dalam hati dia berkata : “Apa yang gue lakuin selama ini?”
Suasana
kamarnya masih sepi, kawasan di sekitar kosnya juga nggak ada suara, Budi
merasakan kelelahan sekaligus rasa sepi yang luar biasa, karena waktu itu juga
nggak ada teman untuk berbagi.
“Hidup tanpa apa apa memang sulit, tapi
lebih sulit lagi hidup tanpa punya siapa siapa..”
Jadi
ceritanya hari itu Budi seharian muter muter kota buat nyari kerja, list
perusahaan yang ngasih lowongan udah tertulis di note hapenya. Dan apa yang
dilakukan Budi adalah : mendatangi perusahaan itu satu persatu. Gendeng, emang.
Selama masa kuliah tuh Budi jarang masuk, semua sahabat sahabat Budi di kelas
udah hafal tanda tangan Budi karena mereka sering di suruh TA-in. Dan hasilnya,
Budi nggak ada relasi sama mahasiswa lain soal kerjaan, sampai akhirnya dia
susah nyari kerja pasca Wisuda.
Dan terdamparlah
Budi saat kesusahan nyari kerja di siang yang panas itu, berjalan di sepanjang
trotoar dibawah sinar matahari yang terik. Sejenak dia menyeka keringat di
dahinya, sambil mengeluh : “Harusnya gue
nggak ngelakuin ini.”
Hari itu
Budi gagal mendapat kerjaan, dia tergeletak lagi di kamar kosannya dengan
kelelahan yang melanda. Lalu sejenak, dia tertidur.
Budi adalah
seorang sarjana Pendidikan Informatika di salah satu kampus ternama, dia belum
lama lulus dengan nilai seadanya. Masa kuliahnya dihabiskan untuk berfoya foya,
dia tidak mengerti akan semua materi, sehingga satu hal yang terlintas di
pikirannya saat menghadapi mata kuliah di kampus adalah : lari!
Setelah
belasan smester mengarungi rimba kampus, akhirnya Budi jadi sarjana juga. Dia lulus
tanpa bekal apa apa, keahliannya sewaku SMA bukannya digali lebih dalem lagi,
malah digunain buat Budi masuk kuliah ternama tanpa peduli dia masuk jurusan
apa. Sebenernya pas dia mau daftar kuliah, ada jurusan yang sebidang sama
keahliannya di PTN ternama. Tapi apa daya, dia nggak keterima. Budi ini
orangnya gengsian, dia gengsi kalo masuk PTS karena Budi lahir di keluarga jawa
yang menganut budaya Eropa. Entah apa hubungannya. Akhirnya, dia masuk PTN
ternama di kota tetangga, pikirannya saat jadi maba cuman : nggak peduli sama fakultas
yang dia geluti, yang terpenting, dia berhasil menyuapi gengsi dengan cara
diterima di salah satu Universitas ternama di Negaranya. Dan hasilnya? Budi salah jurusan.
Salah
jurusan bukan maksudnya Budi naik Angkot ke Simpang Lima tapi kesasar sampe
Jepara. Maksudnya disini adalah punya keahlian tapi nggak digunain buat masuk
jurusan kuliah yang sebidang sama keahliannya. Misal : Ahli Mesin semasa
sekolah, pas kuliah masuk jurusan Tata Boga. Hasilnya? Ya materi tata boga
nggak ada yang bisa karena emang bukan keahliannya. Dan hasilnya lagi? Lulusnya
bakal lama.
Lalu? Budi
nggak pernah nyambung sama semua ajaran yang dosen beri. Budi-pun nggak ada
semangat semangatnya buat kuliah, dia cuman masuk saat praktek dan presentasi.
Sisanya saat nggak ada apa apa dia cuman minta di TA-in temennya, agar dia bisa
tetep ikut UTS maupun UAS.
Belasan
smester berlalu, bersamaan dengan keringat kedua orang tua Budi yang terkuras
karena biaya yang mencekik, akhirnya tiba saat dimana Budi wisuda. Kebanggaan
orang tua Budi hanya berlangsung beberapa hari saja pasca Wisuda, karena
setelah itu mereka sadar, setelah semua yang terjadi dengan biaya yang udah
mereka beri ke Budi, langkah selanjutnya adalah saat dimana Budi mencari kerja.
Dan tibalah,
kita lihat seonggok upil tak berguna bernama Budi, tertunduk lesu di kamarnya,
seperti apa yang gue certain di atas tadi, tetep
susah nyari kerja.
Dari cerita
diatas, bisa jadi pelajaran buat adek adek yang mau masuk dunia perkuliahan
tahun ini. Yang baru lulus kemarin atau lulusan lulusan sebelumnya yang mau
lanjut kuliah. Sebenernya banyak banget hal yang harus diperhatiin sebelum
masuk kuliah, yaitu kita musti kenalin bakat / keahlian kita sendiri, biar
kedepannya nggak salah jurusan kayak Budi, dan malah akhirnya males malesan
kuliah dan cuman ngabisin biaya dari orang tua aja, karena kuliah lama dan
nggak lulus lulus. Masalahnya cuman satu : Salah
jurusan.
Banyak
banget temen temen sekampus gue yang nggak kuat kuliah karena dijejali materi
yang sama sekali mereka nggak ngerti. Mereka suka ngeluh, mereka salah jurusan
kek, nggak punya skill kek, kurang piknik kek, dan lain lain. disini bakal gue
jelasin sebab sebab mahasiswa salah jurusan dan beberapa akibatnya, biar adek
adek yang tahun ini mau ngelanjut kuliah, bisa pikir pikir dulu, instropeksi
diri, dan bisa piknik dengan tenang. Entah apa hubungannya..
Oke langsung
aja nih adek adek, kenapa mahasiswa salah jurusan versi gue :
1. Gengsi
Kayak apa
yang gue certain soal masalah Budi tadi, Budi hanya menyuapi gengsi dengan
masuk ke Universitas Negeri tanpa peduli jurusannya apa, karena Budi emang
nggak keterima di jurusan favorit di PTN tersebut. Padahal gue kasih tau ya,
lulusan PTN mana atau PTS mana tuh sebenernya nggak ngaruh kalo kita nggak punya
skill di bidang itu. Endingnya kalo nggak ada keahlian ya tetep aja susah nyari
kerja. Wisuda bukan akhir dari tujuan kuliah selama ini, emangnya setelah
Wisuda kalo nggak nyari kerja, kita mau makanin anak istri kita pake toga?
Enggak kan.
Jadi jangan
sampe adek adek menuhankan gengsi demi kuliah di PTN semata. Kalo emang nggak
diterima di PTN kan masih banyak PTS berkualitas yang siap nerima di jurusan
yang sebidang sama kita, biar kita nggak salah jurusan. Kalo salah jurusan kan
cuman males malesan kuliah dan ngabisin duit orang tua aja. Abis keringat,
tenaga, dan biaya. Nggak keterima di PTN ya nggak perlu dipaksain, nggak perlu
bersikap seakan akan tujuan akhir hidup kalian adalah masuk di PTN ternama.
Masih banyak kok PTS yang lebih oke, dan tentunya lulusan yang lebih oke juga
karena menggeluti bidang yang cocok sama keahliannya. Kalo emang keterima di
PTN dijadiin tujuan akhir seorang manusia setelah dilahirkan, mungkin sekarang
PTS PTS di seluruh Indonesia udah gulung tikar jadi pabrik batagor.
Yang
terpenting, jangan egois dengan menyuapi gengsi kalian. Lulusan PTS dengan
nilai terbaik keliatan lebih keren daripada Sarjana PTN yang nganggur gara gara
nilai pas pasan karena menggeluti program studi yang nggak sebidang dengannya.
2. Orang Tua
Karyo adalah
lulusan SMA yang pinter banget main musik, bahkan dia sering main harmonica dan
gitar bersamaan sambil boker. Iya, dia cebok pake kaki, multitasking sekali.
Karyo ini nurut banget sama orang tuanya yang keduanya berprofesi sebagai
Dosen. Iya Karyo nurut banget, Ibunya suka makein Karyo piyama pas mau tidur,
padahal udah lulus SMA. Karyo juga pas nongkrong di sevel sampe tengah malem,
suka ditelfon bokapnya buat segera pulang. Nurut sekali, bener bener anak
idaman.
Akhirnya
tiba saat Karyo mau masuk kuliah dan dia udah berencana mau masuk ke Institut
Seni Indonesia (ISI) buat menggali lagi kreatifitasnya buat main musik. Tapi
kedua orang tua Karyo berkata lain, keduanya memaksa Karyo masuk jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris buat langkah awal biar kelak bisa jadi dosen,
seprofesi sama kedua orang tuanya. Saking nurutnya Karyo ini, akhirnya Karyo
mengubur dalam dalam harapan biar bisa masuk ke ISI, lalu bener bener masuk
jurusan yang diinginkan orang tuanya, nggak peduli kalo ternyata Karyo nggak punya
keahlian apa apa di bidang tersebut.
Budi payah
banget soal Bahasa Inggris, grammar-nya berantakan. Terakhir dia ngobrol sama
Bule di Candi Prambanan, bule tersebut lari larian telanjang sambil teriak
teriak : “RUN! RUN!! RUN FOR YOUR
LIFE!!!”
Akhirnya? Di
smester akhir Karyo ditemukan tewas di kost-nya setelah mengalami pendarahan di
otak karena nggak kuat dijejali tugas tugas dan materi yang dia bener bener
nggak ngerti.
Sebenernya
kayak gini hal yang salah, kita nggak perlu nurut sama paksaan orang tua kalo
kita emang nggak punya keahlian apa apa di bidang tersebut. Nggak durhaka kok
soal masalah ginian, durhaka tuh kalo elo disuruh kuliah jurusan Bahasa Inggris
sama bokap lo, dan elo nggak mau, abis itu elo nyuri kolor bokap elo buat
ngelapin piston motor elo. Jadi hal kayak gitu enggak durhaka. Sebenernya masih
banyak hal lain yang bisa bikin orang tua kita bangga selain masuk jurusan yang
diinginkan orang tua kita. Patut diketahui, kita nggak bakal kenal sama Bon
Jovi kalo dulu dia nurutin Nyokap-Bokapnya buat jadi insinyur.
3. Pacar
Tejo adalah
lulusan SMA ternama di pulau seberang, dia LDR-an sama Nita selama 2 tahun
lamanya, mereka jarang banget ketemu karena jauhnya jarak antara mereka berdua.
Sampai Akhirnya tiba kesempatan Tejo buat memotong jarak LDR sama Nita setelah
dia nerima pengumuman Lulus dari sekolahnya. Iya, Tejo bakal lanjut kuliah, di
kampus yang sama kayak Nita biar merka bisa deket. Nita kuliah di Sekolah
Tinggi Informatika di Jogja, dan Tejo sebenernya nggak punya skill apa apa di
bidang tersebut. Tejo ini buta internet, terakhir dia bisa stalking timeline
mantannya, itu semata karena di jokiin mas mas penjaga warnet. Tapi karena
paksaan Nita dan nafsu Tejo yang terlalu gede buat hidup bersama, Tejo akhirnya
mutusin buat masuk jurusan Informatika di Jogja, di kampus yang sama bareng
Nita, dengan harapan setelah wisuda kelak dia bisa tunggu Warnet di Amerika.
Ini yang
bikin Tejo salah jurusan, nggak ada keahlian di bidang yang dia geluti.
Gue kasih
tau ya adek adek. Pacar jangan jadi patokan hidup buat masa depan yang kita
racik pas masuk kuliah nanti. Kenyataannya, dengan mengurangi segala
kemunafikan, di kampus baru kalian nanti kalian bakal nemu orang orang baru
lagi, teman teman baru, teman cewek baru, dan jatuh cinta sama orang yang baru. NGAHAHAHAHAHA!! Nah, semua itu
bakal terlihat indah kalo dibarengin sama pemilihan prodi / jurusan yang tepat.
Lalu ending
hubungan Tejo sama Nita tadi?
Tejo
akhirnya salah jurusan dan jadi mahasiswa abadi karena nggak lulus lulus,
sementara Nita udah Wisuda dan kerja di Laundry Online karena itu emang
sebidang sama keahliannya kuliah di Jurusan informatika. Nita terus merengek ke
Tejo buat minta dinikahin karena Nita ngerasa itu waktu yang tepat, tapi Tejo
belum lulus dan nggak tau setelah nikah harus ngehidupin Nita pake apa. Tejo
pun yang berprofesi sebagai mahasiswa abadi, belum sanggup nikahin Nita dan
akhirnya mereka putus karena Nita udah nggak kuat lama lama nunggu lagi, lama
lama berharap. Lalu keadaan Tejo? Bukan hanya asmaranya yang hancur, tapi
penataan masa depannya juga hancur. Karena
salah jurusan.
4. Tergiur Peluang Kerja
Ini adalah
kasus kasus yang marak terjadi di kalangan kalangan mahasiswa baru jaman
sekarang. Dan jujur, gue sendiri juga sempat tergiur sama ginian.
Kita pasti
pernah ngeliat saat dimana kampus kampus di kota kita, mulai nunjukin brosur
brosur iklan yang nganjurin kita kuliah di dalamnya. Banyak banget iklan yang
bikin kita tertarik buat masuk disitu dengan program kuliah setahun, dan langsung
dapet kerja.
Gue setelah
lulus dulu sempet pengen masuk ke kuliah perhotelan, karena tergiur dengan
iming iming cepet dapet kerja. Gue juga
nggak mau lama lama sekolah dan ngabisin biaya orang tua. Oke, abis itu gue
buka web kampusnya, dan baca baca apa aja materi yang harus gue pelajarin
disana. Materi pertama, kita harus menguasai Bahasa Inggris. Oke, gue nggak
terlalu sulit buat belajar Bahasa Inggris, tapi semua berubah setelah gue baca
materi kedua. Disitu tertulis mata kuliah psikologi jasa yang juga ngatur
gimana kita ntar cara makan yang baik dan benar dengan tamu atau duta besar,
gimana cara pegang sendok yang bener, nyuapin mulut sendiri yang sopan, dan hal
hal sopan lain. Padahal gue? Gue lebih seneng makan di angkringan sambil naikin
kaki diatas kursi, makan belepotan dengan binal di warteg Tante Jeni. Buat
pelajaran psikologi jasa? Gue rasa gue nggak bakal betah kuliah disana, makanya
gue nggak mau salah jurusan.
Soal iming
iming kuliah jangka pendek langsung dapet kerja juga, menurut gue walaupun
efisien tapi nggak begitu menjanjikan sama masa depan gue kelak. Karena saat
itu gue bener bener mikir masa depan gue banget, gue nggak mau menghabiskan
hidup sebagai karyawan dengan gaji seadanya, melakukan pekerjaan membosankan
Karena gue emang nggak sebidang dengannya, harus masuk tepat waktu, pulang
lembur, gitu gitu terus sampe punya cucu.
Dan menurut
gue juga, kita nggak perlu tergiur sama iming iming cepat kerja ginian. Karena
kalo ambisi kita cuman kerja tapi kita nggak tau materi apa di dalamnya semasa
kuliah itu, ya akhirnya tetep salah jurusan juga.
Tapi diluar itu, kalo adek adek sendiri
bener bener pengen cepet kerja dan ngerasa sebidang sama kampus yang nawarin
tersebut, nggak ada salahnya juga dicoba, daripada masuk kampus yang salah dan
cuman ngabisin penghasilan orang tua aja.
Gue cuman
pengen jelasin, mau jadi apa kita kelak,
bukan dari lulusan apa kita, tapi dari bidang yang tekun kita gelutin di masa
muda.
Gue selalu
inget pesen bokap gue yang bilang : “Bekerjalah
sesuai bidang yang kamu suka, maka kamu nggak akan ngerasa seperti bekerja.”
Dan buat
adek adek juga yang mau masuk ke dunia kuliah besok, persiapin bener bener
kemampuan dan minat kalian, jangan sampe salah jurusan dan akhirnya semua
materi dan pelajaran nggak ada yang paham, dan juga yang bener bener patut
diingat, dari semua input KRS Mahasiswa,
ada kucuran keringat, tenaga, dan yang terpenting biaya terbuang dari sosok
yang bernama orang tua. Jangan sia siakan itu.
Jadi jangan
sampe adek adek salah jurusan, ya! Pikirin baik baik. Dunia kampus udah kejam, jangan dibikin lebih kejam lagi dengan
keteledoran kalian gara gara salah jurusan!
Gue BayuWijanarko, terimakasih!
aku juga merasa salah jurusan tapi aku harus tetap bertahan dan berjuang
BalasHapusaku juga merasa salah jurusan tapi aku harus tetap bertahan dan berjuang
BalasHapusSemangat, kak agnes!
Hapus