Aku kenal dengan wanita yang membuatku jatuh begitu dalam.
Dia wanita biasa, namun hadirnya tenang layaknya lilin yang tak padam.
Kami sempat bertukar pikiran di suatu malam.
Caranya bercerita tak jarang membuat duniaku tenggelam.
Tawa kecilnya membasuh seikat hati yang penuh lebam.
Binar matanya mencerahkan ingatan pahit yang begitu kelam.
Lalu, aku lupa aku siapa.
Aku lupa jika tak sedikitpun aku punya alasan untuk dia tinggal.
Yang kuingat, ada hati untuknya pulang dibanding aku yang baru dia kenal.
Perginya menjauhkan jarak yang tak dapat kucapai,
Langkah yang membiarkan kata kata ini tak selesai.
Pun dengan puisiku.
Dia meninggalkan lubang sampai kumpulan huruf ini tak lengkap,
Tiadanya membuat aku yang sebelumnya utuh jadi tak genap.
Dia tak paham betapa kubenci langkah pergi,
tak sejenakpun dia menunggu puisi ini selesai untuknya.
Aku tak keberatan dengan perginya,
namun paling tidak,
ada secarik kertas yang dia baca dalam pulangnya.